Sekar Wulan Dari
Dunia tanpa batas kini tidak lagi terbagi dengan garis-garis pada peta geografis. Di era globalisasi ini kita dibatasi oleh kemampuan dalam berinovasi dan juga beradaptasi. Jika tidak dibekali dengan semangat ekspor yang membara sejak dini, maka peserta didik di Indonesia akan menjadi penonton saja di tengah hiruk-pikuk persaingan ekonomi dunia yang terus saja berubah-ubah. Pernyataan ini bukan sekedar kata-kata saja, karena berdasarkan data dari pemerintah menunjukkan bahwa kondisi ekspor negara Indonesia masih belum optimal.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) menyatakan bahwa UMKM kita yang tembus ke pasar global masih terbilang rendah dari beberapa negara tetangga, kontribusi UMKM Indonesia pada pasar global berada pada level 15%.
Tantangan Pendidikan Kita : Masih Berfokus pada Lokal
Indonesia saat ini sedang memasuki masa transisi dari Era Industri 4.0 menuju ke Era Society 5.0. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi kehidupan masyarakat di berbagai bidang. Salah satunya di bidang pendidikan, dimulai dari kurikulum, kegiatan belajar mengajar, dan administrasi pendidikan juga ikut menyesuaikan perkembangan jaman. Sayangnya meskipun kurikulum silih berganti, kegiatan belajar dan kurikulum itu sendiri masih belum membiasakan peserta untuk berpikir secara global. Jika sekolah tidak segera melakukan upaya adaptasi, peserta didik akan tumbuh menjadi warga global dengan pemahaman lokal yang sempit.
Realitanya untuk pembelajaran ekonomi, kewirausahaan, maupun digitalisasi masih bersifat teoritis dan belum kontekstual. Bahkan dibeberapa kasus, guru sendiri masih “minim” literasi digital dan juga minim pengetahuan tentang ekspor, sehingga pemikiran global belum tertanam pada peserta didik.
“Banyak guru sepakat bahwa anak-anak punya potensi yang besar. Sayang sekali potensi itu sering berhenti dan terjebak di ruang kelas karena sistem pendidikan kita belum menyiapkan mereka untuk memiliki pemikiran global” Ujar salah satu guru di Kabupaten Kediri.
Tantangan inilah yang seharusnya menjadi pemecut perubahan dalam dunia pendidikan kita. Keterbatasan sistem pendidikan kita jangan lagi dijadikan dinding-dinding batasan yang membelenggu inovasi guru dalam menciptakan pembelajaran kontekstual yang dapat membuka wawasan anak mengenai produk lokal agar dikenal dunia.
Peserta didik tahu bahwa saat ini kita dihadapkan dengan fenomena jual-beli yang dilakukan secara online, bahkan tak sedikit dari mereka yang menjadi pelaku kegiatan tersebut, entah menjadi penjual maupun pembeli. Namun, mereka masih belum mengetahui bagaimana produk dalam negeri bisa memiliki nilai jual di mata dunia. Selama mindset yang tertanam pada peserta didik masih “bersekolah hanya untuk lulus”, maka mereka tidak akan melihat ekspor sebagai bagian dari masa depan mereka. Namun, dibalik tantangan yang ada ini, terbuka peluang yang besar bagi dunia pendidikan kita untuk mencetak generasi ekspor digital di masa depan.
Menanam Semangat Ekspor = Menumbuhkan Global Mindset yang Kreatif dan Produktif
Ekspor itu bukan hanya tentang menjual barang ke luar negeri, tetapi tentang kualitas manusia yang percaya diri, kreatif, dan juga inovatif dalam menghadapi pasar global. Karena jika hanya asal-asalan saja dalam menawarkan produk ataupun memilih produk, maka kemungkinan besar usaha ekspor tersebut akan gagal.
Hal yang bisa dilakukan guru sebagai upaya menumbuhkan semangat ekspor pada peserta didik dapat dimulai dari hal yang kecil terlebih dahulu, seperti mengenalkan produk-produk lokal khususnya yang memiliki potensi di daerah sekitar sekolah maupun sekitar tempat tinggal, melakukan proyek mini ekspor di sekolah, dan jika memungkinkan bisa melakukan kolaborasi virtual dengan siswa sekolah ekspor maupun siswa luar negeri. Dengan adanya kegiatan tersebut peserta didik bisa mempelajari nilai tambah dari suatu barang, branding produk agar menarik pembeli, pentingnya pemilihan packaging yang tepat, bahkan melakukan komunikasi lintas budaya dengan siswa luar negeri.
Project-based learning mini ekspor ini bisa menanamkan benih semangat ekspor pada peserta didik tanpa harus membicarakan persoalan ekonomi yang rumit. Dengan ini guru juga bisa menanamkan pendidikan karakter tentang kemandirian, kreativitas, serta yang paling penting global mindset.
Peluang: Ekspor Bukan Lagi Tentang Industri, melainkan Tentang Digital Literacy
Generasi saat ini memiliki peluang emas yaitu mereka sudah sedekat nadi dengan dunia teknologi. Dalam menyikapi dunia teknologi diperlukan kemampuan memahami konsep 4 pilar literasi digital yaitu digital skills, digital culture, digital ethics, dan juga digital safety yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo)untuk meminimalisir resiko-resiko seperti hoax, doxing, dan trolling.
Dengan dibekali kemampuan digital literacy ditambah dengan digital entrepreneurship, peserta didik akan mulai melihat dunia sebagai pasar terbuka yang bisa mereka masuki kapan saja. Dalam hal ini sekolah memiliki peran penting yakni menyediakan pelatihan yang mendukung, seperti pembuatan konten digital, bagaimana cara melakukan promosi produk lokal ke luar negeri, melakukan kolaborasi antar sekolah lintas negara, maupun mendatangkan pemateri yang memiliki pengalaman dan pemahaman terkait dunia ekspor.
Dengan adanya dunia digital di era ini mulai menghapus batas-batas negara. Sehingga jika peserta didik tidak dibimbing sejak dini tentang ekspor, di masa depan mereka hanya akan menjadi konsumen global seperti apa yang kita lakukan sekarang, bukan menjadi pemain global.
Menanam semangat ekspor sejak dini adalah investasi kita terhadap karakter dan juga masa depan bangsa. Guru dan juga pihak sekolah saat ini berperan sebagai petani masa depan yang menanam benih pemikiran global di hati anak-anak Indonesia. Jika pendidikan saat ini bisa menumbuhkan generasi pembelajar global, maka kata “Made in Indonesia” suatu hari nanti akan menjadi simbol kebanggaan bagi kita, bukan hanya sekadar label saja.
Saat ini adalah saat yang tepat bagi sekolah untuk menjadi tempat tumbuhnya mental eksportir itu. Tidak hanya sekedar ekspor dalam arti menjual barang ke luar negeri, tetapi menumbuhkan karakter berani untuk berpikir besar serta berani untuk melangkah keluar dari zona nyaman. Jika semangat ekspor itu berhasil tertanam di jiwa peserta didik, maka kelak anak-anak Indonesia tidak perlu lagi menunggu kesempatan datang menghampiri, tetapi mereka yang akan menciptakannya sendiri.
Tinggalkan Komentar